Perasaan Singkat: Atheis (1974, Sjumandjaja)
Atheis adalah sebuah film yang menantang pemikiran audiens mengenai eksistensi manusia serta hubungannya dengan Tuhan. Film ini mengajak penonton untuk kembali memikirkan keberadaan Tuhan sebagai pencipta. Bahwa apakah benar Tuhan menciptakan manusia, atau sebaliknya?
Film ini mengambil latar di Indonesia pada awal 1940-an, meliput pendudukan Jepang di tanah air. Hasan, sang protagonis dibesarkan sebagai seorang Muslim yang taat dan saleh. Namun, seiring bertambahnya usia meskipun jatuh cinta dengan Rukmini seorang wanita yang sama salehnya. Dia menemukan dirinya lebih tertarik dengan Kartini, seorang perempuan modern yang ditemui melalui temannya yang aktif secara politik. Dia juga bertemu dengan Anwar yang seorang Nihilis
Melalui interaksinya dengan Rusli dan teman-temannya, Hasan mulai meragukan keislamannya. Dia menjadi seorang ateis dan menikahi Kartini. Namun, hal ini membuat dia dan keluarganya semakin terpisah. Saat mengetahui Kartini dan Anwar menginap di hotel bersama, dia marah besar dan memburu Anwar. Setelah membunuh Anwar, dia sendiri dibunuh oleh Kempeitai
Film ini membahas kontrasnya sebuah paham ideologi bila di bandingkan dengan yang lain, mulai dari paham komunisme Marx hingga paham Nihilis yang sangat-sangat kontras dengan paham ideologi Pancasila atau konservatisme. Film ini juga mengeksplor bagaimana ideologi bertuhan merupakan akar yang dalam di kebudayaan Indonesia. Hingga melihat paham yang tidak mengutamakan agama sebagai sesuatu yang jauh dari kodrat berkebangsaan yang Pancasilais di Indonesia.
Namun di sisi lain, film ini juga menyajikan satir mengenai orang yang “gila dengan agama” Seperti tokoh Hasan yang meskipun mengaku beragama dan mengecam Anwar karena menodai dirinya dengan “Paham Setan”, terbawa oleh hasratnya untuk membunuh Anwar karena menganggap dirinya mengkhianatinya. Namun pada akhirnya, seluruh pihak dari semua ideologi bertemu takdir kematian, Hal ini mengomentari bahwa pada akhirnya setiap manusia akan mati, terlepas dari paham ideologi atau apakah mereka percaya pada Tuhan atau tidak.
Koneksi film ini terhadap sila pertama Pancasila adalah adanya pembicaraan mengenai ketuhanan, dan makna dari bertuhan itu sendiri. Film ini mengantagonis kan manusia yang lebih memilih dan mementingkan ilmu pengetahuan dan ideologi sosial alternatif dari hal-hal ketuhanan atau teologi. Sesuai dengan bagaimana ideologi Pancasila menekankan seluruh warga Indonesia untuk “Berketuhanan yang maha esa”. Namun di lain sisi, karakter Anwar dan karakter Nihilis/Marxist lainnya tetap digambarkan sebagai karakter yang toleran dan menghormati perbedaan kepercayaan dan pendapat.
Atheis dapat menciptakan roman mengenai hubungan manusia dengan pencipta, mengenai bagaimana seperti sebuah ideologi sosio-politik, kepercayaan terhadap sebuah Tuhan dapat mengonsumsi seorang manusia, baik dalam berbuat baik maupun tidak. Ketuhanan dalam film ini digambarkan sebagai suatu hal yang fundamental dan sakral, sesuai dengan ideologi Pancasila. Dan ideologi/kepercayaan lain digambarkan sebagai sesuatu yang melenceng dan destruktif.
Film ini menggambarkan clash intra-budaya yang dapat terjadi bila seseorang “bermigrasi” ke dalam kepercayaan yang secara ekstrem berbeda dengan kepercayaan tradisionalnya. Menurut saya, pada dasarnya beragama bukanlah hal definitif dalam memastikan seseorang itu bermoral. Dan film ini menurut saya juga tidak secara eksplisit mengatakan bahwa agama itu adalah satu-satunya jalan kebenaran dan ateisme itu sumber keburukan, melainkan mengeksplorasi dinamika antara ekstremitas modernisme dan tradisionalisme. Dan mengapa sila pertama dalam Pancasila itu mencerminkan budaya rakyatnya.
Kesimpulannya adalah secara negara, Indonesia merupakan tanah yang penuh dengan keberagaman kepercayaan, namun di antara perbedaan kepercayaan dan opini tersebut, mayoritas masyarakat menyetujui keberadaan Tuhan dan pentingnya untuk percaya dan beriman. Seperti yang ada dalam sila satu Pancasila yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa”.