MESHES OF THE AFTERNOON: Hidup, Mati, dan Hasrat Alam Bawah Sadar

Bintang Panglima
11 min readDec 14, 2021

Sejak awal gerakan seni avant-garde dunia, banyak seniman menilai sinema atau perekaman film sebagai cara baru dan unik dalam proses ekspresi artistik. Kemungkinan yang diciptakan kamera dianggap sangat luas, baik itu dalam memainkan ruang dan waktu melalui penyuntingan gambar, atau kemungkinan-kemungkinan lainnya yang tidak terbatas. Kebaruan ini memberikan perasaan modernitas dalam kesenian, menginspirasi karya dari seniman-seniman surealis seperti Jean Cocteau, Man Ray, atau Luis Buñuel, dimana melalui medium film, mereka dapat menyajikan gambar-gambar surealis dengan lebih eksploratif, menciptakan gerakan baru yang lebih modern yaitu sinema avant-garde.

Sinema avant-garde sudah terpancang di Eropa dari tahun 1920-an, namun pertumbuhan luar biasa terhadap avant-garde di tahun 1940-an membuatnya akhirnya mendarat di Amerika Serikat. Peningkatan pada era ini disebabkan oleh ketersediaan film stock 16 milimeter yang mulai meningkat dan bersifat lebih aksesibel kepada masyarakat, ditambah dengan mulai munculnya departemen atau fakultas produksi film di berbagai universitas sepanjang Amerika Serikat. Kehadiran avant-garde dalam ekosistem sinema Amerika Serikat berawal muncul di kota Los Angeles, sepanjang dan khususnya setelah Perang Dunia ke-II.

Film Avant-Garde eropa seperti Blood of a Poet (1932) karya Jean Cocteau juga dinobatkan sebagai salah satu pengaruh besar pada pergerakan sinema Avant-Garde tahun 1940-an di Amerika Serikat. Selain datang dari sinema eksperimental Eropa, penelitian dan perkembangan teori seperti surealisme dan psikoanalisis juga memiliki pengaruh signifikan pada perkembangan ini, dimana para pembuat film avant-garde pada saat itu kerap menggunakan sinema sebagai medium eksplorasi terhadap elemen atau subjek yang berhubungan dengan mimpi dan alam bawah sadar.

Salah satu seniman film yang kerap dianggap integral dalam perkembangang sinema avant-garde khususnya dalam konteks era ini adalah Maya Deren. Nama Deren kini cukup sinonimus bila membicarakan sinema avant-garde, terbaca dari julukan yang diberikan kepadanya seperti “The High Priestess of Experimental Cinema” dan “Mother of the Avant-Garde”, impresi yang dirinya tinggalkan kedalam gerakan sinema avant-garde Avant-garde dan New American Cinema secara luas sangatlah besar.

Film pertamanya, Meshes of the Afternoon akan menjadi bahasan utama kajian ini. Film yang berdurasi 14 menit ini ditulis, disutradarai, dan dibintangi oleh dirinya sendiri dan suaminya pada masa itu, seorang fotografer bernama Alexandr Hackenschmied (Hammid). Para pengkaji dan kritikus film kerap menilai Meshes of the Afternoon sebagai inisiasi atau percikan pertama gerakan sinema avant-garde di Amerika Serikat, dimana segala perkembangan bentuk dan gaya dalam sinema eksperimental di Hollywood atau Amerika serikat secara luas dapat ditarik ulur kembali ke Maya Deren dan film ini.

Maya Deren dan Alexandre Hammid

Deren sendiri memulai karirnya sebagai seorang penyair. Namun, sejak kala jamannya sebagai penyair, Deren menilai dirinya sudah berpikir secara visual. Dimana saat dirinya menjadi penyair, dirinya menciptakan pengalaman visual dalam benak pikirannya dan kemudian menggunakan puisi-puisi sebagai perangkat atau output dari pemikiran visual tersebut. Bertahun-tahun setelah itu, di saat dirinya mulai mengulik dan mempelajari teknis kamera dan sinematografi, dirinya merasa bahwa dirinya “kembali pulang” dan pada akhirnya menemukan medium sejati untuk dirinya gunakan sebagai kendaraan ekspresi artistiknya.

Meshes of the Afternoon dapat dilabeli sebagai sebuah psikodrama, dimana secara puitis film ini memecahkan pikiran bawah sadar manusia dalam sebuah fragmentasi visual, mengeksternalisasi proses mental seorang individu yang pada dasarnya terputus-putus dan berantakan melalui penggambaran sinematik yang dihidupkan oleh elemen seperti gestur, sinematografi, optical effect dan karakterisasi yang eksentris.

Deren sendiri memerankan protagonis dalam film ini, dimana melalui sejumlah repetisi-repetisi baik visual atau naratif, mengalami ketersesatan batin yang luar biasa. Ketersesatan itu sendiri adalah impresi kuat yang terngiang terus sepanjang durasi film. Melalui fragmentasi mimpi yang ekspresionistik dan kadang absurd, perasaan yang kerap timbul dalam benak penonton adalah disorientasi baik secara ruang maupun waktu, identik dengan apa yang terlihat dirasakan oleh protagonis.

Film dibuka dengan protagonis yang sifat dan keberadaanya sangat enigmatis memasuki alam mimpi, menyerupai konsep lucid dream, menemukan dirinya terus menerus secara seketika kembali ke sebuah tempat dan melakukan hal yang sama di rumahnya, dan di antara ini semua, menemukan dirinya mencoba mengejar sebuah sosok makhluk berjubah dengan kepala yang terbuat dari cermin. Dalam sebuah rumah yang terkesan nyaman dan domestik, sang protagonis mengulangi pergerakan yang hampir identik, mengisi atmosfer dengan ketakutan, rasa malapetaka, ketidaknyataan, dan keasingan.

Film ini merupakan puncak dari film puitis, dimana secara struktur, kebanyakan pemahamannya akan didapatkan melalui imajinya, dan bukan narasi penceritaanya. Dengan jukstaposisi imajinya, dapat dilihat bahwa Meshes of the Afternoon menggambarkan dunia alam bawah sadar melalui konsep, objek, dan situasi-situasi yang bertentangan seperti mimpi dan realitas, kehidupan dan kematian, maskulinitas dan feminitas, rumah dan lautan, dan banyak oposisi lebih subtil lainnya.

Salah satu hal unik yang membuat film Meshes of the Afternoon sering sekali dibahas dalam konteks pengkajian sinema dan sejarah sinema secara luas adalah isu bahwa film ini merupakan film naratif yang tetap berada di bawah payung avant-garde. Dimana gerakan avant-garde secara luas kerap memiliki miskonsepsi yaitu “Avant-garde is non-narrative” film ini membalikan konsepsi itu dengan menjadi salah satu anomali terbesar pada era tersebut, dinobatkan sebagai film naratif pertama dalam sejarah avant-garde Amerika Serikat.

(Sumber:Meshes of the Afternoon, 1943 )

Dalam mencoba membahas film avant-garde seperti Meshes of the Afternoon, perlu digaris bawahi bahwa film seperti ini sangatlah abstrak dan interpretatif. Sangat jauh lebih interpretatif dari film naratif pada umumnya yang kerap dibahas dalam pengkajian atau analisis film. Poin-poin pembahasan yang akan diurai sedemikian rupa dalam kajian ini tentu berdasarkan interpretasi dan pengalaman saya dalam menonton dengan bantuan teori, jurnal dan kajian-kajian lain yang ikut serta membahas film avant-garde dan khususnya film ini.

Film dibuka dalam “realitas.” Namun, dengan melabelkan awal ini sebagai “realitas” bukan berarti adegan pembuka ini adalah realita yang realistis. Kata realitas disini berada dalam tanda kutip karena perasaan ambiguitas sepanjang film, label realitas yang diberikan dalam hal ini hanyalah demi kejelasan antara distingsi titik awal naratif. Awalan ini menciptakan sebuah landasan untuk kelanjutan film. menciptakan titik mula atau pintu masuk sang protagonis kedalam “dunia” mimpi- nya. Deren sendiri menggaris bawahi bahwa film ini berada dalam alam bawah sadar seorang individu, dan sepenuhnya adalah pengalaman emosional seseorang;

“This film is concerned with the interior of an individual. It does not record an event which could be witnessed by other persons. Rather, it reproduces the way which the subconscious of an individual will develop, interpret, and elaborate an apparently simple and casual incident into a critical emotional experience”

Mekanisme oposisi pertama yang muncul dalam film dapat terlihat dalam shot pertama film, dimana sebuah lengan artifisial yang terbuat dari plastik meletakkan sepotong bunga di sebuah jalanan. Oposisi atau kontradiksi yang muncul adalah keseimbangan antara kehidupan dan kematian, yang ditandakan dengan sepotong bunga dan sebuah lengan tangan plastik manekin. Sepanjang sejarah sastra, bunga kerap digunakan sebagai simbol feminitas, Yunani kuno sering menggunakan mahkota berbunga untuk menghormati para dewi, dan hingga saat ini, mahkota bunga sering dipakai di pesta pernikahan sebagai simbol kesuburan dan cinta.

Bunga sebagai sesuatu yang hidup dan feminin, di pasangkan dengan sebuah lengan yang artifisial yang mati memberikan sebuah tanda utama bahwa film ini merupakan sebuah konflik antara dua hal yang oposit. Baik itu kehidupan dengan kematian atau maskulinitas dan feminitas.

Pada bagian awal ini, protagonis perempuan muncul hanya sebagai sebuah bayangan di tembok, menciptakan ambiguitas mengenai siapa dirinya. Pergerakan bayangan perempuan ini di atas tembok ini bersifat sangat dinamis, menciptakan disorientasi terhadap bentuk lokasi adegan. Secara keseluruhan adegan awal, nuansa yang diciptakan sangatlah berbeda dengan sisa durasi film yang berlatar pada dunia mimpi, khususnya dalam segi sinematografi dan perspektif yang disajikan kepada penonton. Perspektif yang dimaksud adalah bagaimana protagonis seakan-akan disembunyikan, dan penampilannya hanya terlihat utuh saat berada di alam mimpi, sehingga hanya citra atau bagaimana dirinya melihat dirinya sendiri dalam pikirannya yang terlihat. Hal ini juga terlihat bagaimana siluet pada tembok secara sekilas tidak sepenuhnya identik dengan bentuk kepala Deren.

Dalam adegan awal ini adalah saat pertama sebuah kunci muncul sebagai ikonografi film ini yang akan terus muncul. Kunci ini sendiri digambarkan lebih dari sekedar benda, namun kunci dalam makna simbolisnya. Saat protagonis pertama memegangnya, kunci itu jatuh ke bawah tangga, sekilas terlihat hidup dan bergerak sendiri.

Bila mencoba untuk menelusuri makna kunci dalam film ini, perlu menyadari fungsi dari kunci itu sendiri pada umumnya. Berdasarkan penggunaan dan cara pandangnya, sebuah kunci sebagai sebuah benda memiliki dua konotasi kuat, yaitu kebebasan dan penahanan. Bagi seseorang, kunci dapat mengeluarkan mereka dari penahanan menuju kebebasan, atau sebaliknya, dan dikarenakan film ini berlatar sebuah rumah domestik, penahanan yang dapat masuk dengan konteks film ini adalah pernikahan. Kehidupan platonis atau domestik suami istri sering dianggap sebagai sebuah hal yang membatasi seorang individu dari kebebasan, inilah kemunculan lagi sebuah mekanisme oposisi kontradiktif dalam film ini.

Saat masuk di dalam rumah, penonton diberi semacam tanda atau lebih tepatnya foreshadowing mengenai objek-objek yang akan muncul sepanjang film, menjadi karakter pada sendirinya mendampingi protagonis dalam keasingan mimpinya.

Sebuah pisau terjatuh di atas meja merepresentasikan maskulinitas, baik dari segi kegunaannya dalam realita yang seringnya dianggap maskulin, dan bentuknya memanjangnya yang falus.

Lalu sebuah piringan hitam yang dimatikan melambangkan siklus kehidupan atau waktu yang hari yang terus menerus mengulang, dan yang terakhir adalah telepon secara alat dan dalam konteks film ini menyimbolkan sesuatu yang berfungsi sebagai sebuah penghubung. Lalu, tanpa terlihat wajahnya secara utuh, sang protagonis duduk di atas sebuah kursi dan tertidur.

(Sumber:Meshes of the Afternoon, 1943 )

Elemen dalam “realita” adegan pertama muncul terus menerus menghantui mimpinya. Dimana dalam realita dirinya melihat seorang pria di hadapannya saat berjalan menuju rumahnya, dalam mimpi pria itu berubah menjadi seorang makhluk berjubah dengan kepala cermin. Makhluk ini akan muncul sepanjang film, dimana protagonis mencoba membuntutinya namun tidak berhasil-hasil.

Cermin sebagai wajah makhluk bila berhadapan dengan protagonis berarti refleksi diri, sebuah retrospeksi terhadap protagonis sebagai seorang perempuan, menciptakan nuansa “pengalaman emosional” yang disebut Deren di kutipan sebelumya. Namun, karena makhluk terus menjauhinya, ini berarti tidak bisa melakukannya.

Menambah konteks refleksi diri, pria berjubah hitam ini juga merepresentasi kematian, sejara wujud makhluk ini juga menyerupai Grim Reaper sebagai personifikasi populer dari kematian, dimana saat protagonis bersikeras untuk menghampirinya dan bercermin, hal ini melambangkan keinginan kelam alam bawah sadarnya untuk mengakhiri hidupnya. Hal ini sejalan dengan hasrat psikologis seseorang yang berada dalam depresi kuat. Secara psikologis, seringnya tendensi untuk mengakhiri hidup datang dari impuls alam bawah sadar untuk melakukannya.

Namun, bila kita kembali ke naratif, sang protagonis terus gagal menghadapinya, dimana dirinya seakan-akan berada dalam sebuah penyimpangan waktu, dimana waktu terus memutar ulang. Sang protagonis terus menemukan dirinya kembali ke dalam rumah atau dalam konteks simbolisnya “kehidupan domestik.” Hal ini adalah representasi atau gambaran bagaimana kehidupan domestiknya adalah penghalang utama pribadinya dari mengakhiri hidupnya. dimana hasrat alam bawah sadarnya terhalangi oleh rutinitas atau statusnya dalam realita sebagai seorang istri bagi seorang suami dan dalam sisi lain, seks.

Juga dalam mimpi, kita melihat untuk pertama kalinya wajah dan tubuh lengkap protagonis, yang menetapkan dunia mimpi sebagai tempat yang membebaskan, bertentangan dengan kenyataan.

Meshes of the Afternoon juga sangat kaya dengan eksplorasi gestur atau gerakan tubuh, atau pada khususnya tari. Dimana pada beberapa adegan dalam mimpi, gerakan yang dilakukan sang protagonis terasa sangat fluid, menciptakan sebuah subjek interpretasi baru dalam film ini. Deren sendiri sering dianggap sebagai seniman film yang memiliki peran besar dalam apa yang disebut koreo-sinema, cinedance, film-dance, dan istilah lain yang menandakan sintesis tari dan film. Gestur tubuh dalam film ini sinkron dengan pergerakan kamera, dimana kedua elemen (koreografi dan film) saling menunjang satu sama lain untuk menciptakan impresi yang unik.

Alam bawah sadar sebagai representasi hasrat seorang individu merupakan ideologi psikoanalisis, dan gagasan tersebut sangat menjadi landasan dalam menciptakan naratif film ini. Sigmund Freud sebagai penemu gagasan psikoanalisis pun mengatakan bahwa; “the dream is the liberation of the spirit from the pressures of external nature”. dan simbol kunci yang muncul tersebut adalah simbol dari liberation atau pembebasan yang diinginkan protagonis, baik itu berupa kebebasan dari status patriarkalnya sebagai seorang istri, atau kebebasannya dari kehidupan atau dalam kata lain, kematian.

Namun, meskipun seseorang dapat berargumen bahwa avant-garde sendiri lekat dengan psikoanalisis sebagai konsepsi untuk memahami dan menginterpretasikan seni, Deren sendiri menolak Psikoanalisis Freud sebagai kerangka pemahaman dari film ini, Deren lebih memilih untuk menggambarkan filmnya sebagai pengalaman interior seorang individu.

Selain itu, penyuntingan gambar dan gaya sinematografi Deren menyinggung nada-nada psikologis dan konsep dreamlike. Hal ini terbukti dalam beberapa shot slow-motion dan penggunaan angle dan gerakan kamera yang disorientatif yang menekankan suasana mimpi surealis karena tidak ada yang tampak koheren dan terstruktur.

Deren menyatakan bahwa sebagian besar sebuah tindakan kreatif adalah manipulasi ruang dan waktu, hal ini terlihat jelas dalam Meshes in the Afternoon. Deren kerap bermain dengan elemen ruang melalui penggunaan editing temporal, terlihat dalam adegan setelah sang protagonis berlari menaiki tangga dengan slow-motion dan tiba-tiba seketika ia bergerak melewati sebuah tirai hitam tembus pandang yang membawanya melalui jendela kamar tidur. Secara gamblang, tampilan peristiwa yang ini tidak koheren karena tangga tidak dapat mengarah ke jendela yang menunjukkan eksterior rumah, namun disorientasi ini adalah hasil dari Deren yang bereksperimentasi dengan medium film untuk memanipulasi ruang dan waktu realita.

Meshes of the Afternoon adalah film yang menawarkan banyak interpretasi serta kemungkinan yang tergantung pada teori atau landasan yang kita fokuskan. Jika kita fokus, misalnya, pada feminisme, film ini bercerita tentang seorang wanita yang terperangkap dalam masyarakat patriarki, dan apabila kita fokus pada sejarah film, Meshes of the Afternoon adalah film yang mencoba untuk memutuskan segala konvensi Hollywood.

Diskusi Meshes of the Afternoon dalam kajian film avant-garde kerap dibentuk oleh sejarah dan persona Maya Deren sebagai seorang kreator. Deren sendiri secara visual sudah menjadi jantung dari film ini. Memerankan sang protagonis yang sedang tersesat dalam mimpinya sendiri. Namun, setelah rilis dan tanggapan baik dari publik, muncul wacana dari Deren untuk mengeliminasi dirinya dari subjek utama film tersebut. Namun, secara paradoks, beberapa pengkaji menanggapi wacana ini justru menciptakan Meshes of the Afternoon sebagai film yang tidak terpisahkan dari statusnya sebagai pembuat film avant-garde dengan visi yang personal.

Hal ini dikarenakan meskipun film ini ditulis, disutradarai, dan secara mendasar dikonsepkan oleh Deren beserta suaminya, Hammid, Messes of the Afternoon terus menerus dianggap sebagai film Maya Deren, dengan konotasi anggapan kepada Deren sebagai kreator tunggal. Beberapa pihak sempat mengatakan bahwa Hammid lebih berperan sebagai penata kamera sedangkan Deren berperan sebagai sutradara dan konseptor secara naratif. Namun, narasi ini dibantahkan oleh anak Hammid yang mengatakan ini tidak sepenuhnya betul, dan mereka lebih bekerja secara kolaboratif.

Deren sendiri diketahui membuat storyboard yang detail dan sangat artistik untuk semua filmnya termasuk perancangan gerakan kamera dan efek kamera. Dirinya bahkan menulis tentang proses ini di majalah produksi film profesional. Oleh karena itu, persona Deren mendorong kredit ide dan eksekusi film ini diatribusikan kepada Deren. Pada akhirnya, Hammid sendiri juga mengakui Deren sebagai sutradara tunggal Meshes of the Afternoon.

Deren sebagai salah satu pelopor sinema avant-garde pertama di Amerika Serikat berhasil mengambil pengaruh dari banyak tempat dan inspirasi, namun disaat yang sama menciptakan sesuatu yang sepenuhnya baru dan inovatif. Kualitas Deren dalam menerapkan naratif dalam avant-garde terus menerus menginspirasi banyak sutradara dan penulis modern yang berupaya untuk bereksperimentasi.

Tidaklah sulit untuk melihat film-film kontemporer seperti film sutradara David Lynch khususnya Inland Empire (2006), Lost Highway (1997) dan Mulholland Drive (2001) sebagai homage atau sangat dipengaruhi oleh Meshes of the Afternoon. Lynch dan Deren memiliki pola naratif yang sama, menciptakan kesan ambiguitas dan ketersesatan melalui eksperimentasi-eksperimentasi naratif.

Deren adalah tokoh kunci dalam munculnya Sinema Avant-garde di Amerika Serikat dan gerakan New American Cinema secara luas. Pada tahun 1986, American Film Institute menciptakan penghargaan yang dijuluki nama Maya Deren Award untuk menobatkan pembuat-pembuat film independen di Amerika Serikat.

Kembali ke Meshes of the Afternoon, tidak salah bahwa menganggap film sebagai hal yang cukup suram, tetapi dibalik kesuraman itu, film ini memiliki tujuan yang menarik dalam menggambarkan bagaimana jika kita mencoba untuk mengamati suatu hal dari luar tubuh kita sendiri, pada saat itulah kita dapat benar-benar menyadari bagaimana kehidupan dan kematian sebagai sebuah oposisi yang kontradiktif pada dasarnya berada pada tangan kita sendiri. Sama seperti bagaimana sang protagonis berusaha mengejar makhluk bertopeng kaca yaitu kematian, tetap pada akhirnya, dia menyadari bahwa kematian ada di tangannya sendiri dan bukan pada orang lain.

--

--

Bintang Panglima
Bintang Panglima

Written by Bintang Panglima

An aspiring filmmaker and film writer based in Indonesia. Start a conversation with me through my e-mail: bintangpanglima@gmail.com

No responses yet