Mel Brooks dan Parodi Konvensi Genre
Bila melihatnya dengan cara yang paling sederhana, sebuah Genre tidaklah lebih dari sebuah konvensi yang secara masif disepakati. Konvensi ini berupa pola yang familiar, baik dalam segi naratif maupun gaya. Genre sebagai sebuah konsep bertujuan sebagai kategorisasi karya, menciptakan label yang familiar sehingga memudahkan kreator dan nantinya penonton dalam menciptakan atau mengkonsumsi karya.
Dalam teori genre, pola yang disepakati terbagi menjadi 4 elemen dalam film; karakter, konflik, setting, dan ikonografi. Namun secara institusional, genre lebih bertugas sebagai alat pemasaran, agar karya yang diciptakan dapat dipasarkan ke dalam kelompok yang tepat, menciptakan karya yang memuaskan dan diharapkan kelompok tersebut.
Dalam sinema, konsep genre merupakan konvensi yang sangat penting untuk kategorisasi dan evaluasi film. Khususnya ketika industri dan produksi perfilman menjadi lebih populer dan terstandar, terutama setelah Perang Dunia Ke-I, praktik genre menjadi semakin terspesialisasi dan normatif.
Rick Altman menjelaskan dalam ranah produksi film, konsep-konsep generik dalam genre menciptakan template atau modul dalam menentukan keputusan-keputusan produksi, menghasilkan produktivitas yang pesat dalam mendistribusikan karya-karya yang berkualitas. Lalu dalam distribusi, genre menciptakan metode konsep generik yang menawarkan metode promosi produk film, terutama sebagai fungsi publisitas, semacam “panggilan” kepada penonton-penonton yang ditargetkan.dan dalam peran konsumsinya, genre membantu menggambarkan pola yang muncul dalam kepenontonan/spectatorship, hal ini dikarenakan penonton menciptakan ekspektasi-ekspektasi yang spesifik terhadap sebuah genre dalam menonton film.
Wacana genre berawal dari upaya mengkategorisasikan karya sebagai alat pemasaran, kemudian berubah menjadi sebuah mutualisme yang terus berjalan. Mutualisme ini mengacu pada bagaimana genre sebagai kategorisasi berdampak kembali pada cara filmmaker dan penulis film membuat film, yaitu menyesuaikan karya agar sesuai dengan kategori pemasaran akhirnya
Mutualisme ini menciptakan genre dalam sinema terus menerus berubah menjadi lebih spesifik, bermutasi dari cakupan genre yang luas dan seringnya terpengaruh sastra, menjadi suatu gaya yang berdiri sendiri dan distingtif. Dengan adanya institusionalitas dan komersialitas ini, akan muncul juga komentar atau respon terhadap praktiknya. Komentar ini dapat bersumber dari luar medium film baik dalam bentuk kritik maupun kajian genre, namun dalam konteks tertentu, komentar ini dapat bersumber dari dalam ruang lingkup produksi film itu sendiri dalam bentuk satir dan parodi.
Dalam membicarakan film parodi, tidaklah mungkin bila tidak membicarakan filmografi Mel Brooks. Lahir pada tanggal 28 Juni, 1926 di New York City dengan nama Melvin Kaminsky, Mel Brooks merupakan seorang penulis, sutradara, produser, dan aktor film yang karya-karyanya identik dengan komedi yang vulgar dan satir.
Sebagai seorang auteur, Brooks menemukan cara yang inventif dalam memparodikan subjek-subjeknya. Brooks sebagai seorang penikmat film menyadari secara penuh konvensi-konvensi yang muncul dalam genre dan dengan kesadaran penuh ini, Brooks dapat menciptakan karya parodi yang sangat efektif.
Brooks juga dikenal sebagai seorang intelek yang aktif dalam memperjuangkan keadilan sosial khususnya di Amerika Serikat. Sebagai seorang yahudi yang lahir pada masa Perang Dunia Ke-II, Brooks kerap mengimplementasikan komentar sosial ditengah gaya komedinya. Dalam menjalankan perannya sebagai filmmaker, Brooks menyatakan bahwa dirinya merasa memiliki kewajiban untuk menunjukkan dan mengingatkan manusia tentang “siapa kita” untuk merendahkan hati dan mengekspos kelemahan yang ada dalam masyarakat. (Smurthwaite & Gelder,1982)
Mel Brooks juga merupakan subjek yang sangat baik dalam menganalisa bagaimana genre diparodikan. Hal ini dikarenakan sebagai auteur, Brooks seringkali terlibat dalam penulisan film-filmnya. Sehingga Brooks memiliki kendali yang besar dalam gaya dan naratif filmnya. Brooks sebagai seorang tokoh filmmaker yang identik dengan film-film parodinya dapat dijadikan sebuah contoh sejati dalam datangnya impuls seorang filmmaker dalam memparodikan film-film lain.
Paper ini berupaya untuk menganalisa bagaimana Mel Brooks memparodikan sebuah genre menggunakan dua film utama yang dipilih dari filmografi Brooks, membandingkannya dengan film-film dari mana genre tersebut diparodikan. Dua film yang terpilih tersebut adalah Young Frankenstein (1974), yang memainkan tema dan konvensi genre film monster dan film Spaceballs (1987), memparodikan Star Wars (1977) karya George Lucas dan konvensi genre fiksi ilmiah secara luas.
Analisis ini menggunakan teori sistem genre yang diambil dari empat buku utama yaitu Film/Genre karya Rick Altman, Genre and Hollywood karya Steve Neale, Film Genre Reader III karya Barry Keith Grant dan Hollywood Genres karya Thomas Schatz. menggunakan empat elemen sistem genre film yang dielaborasikan Grant yaitu sebagai berikut;
Karakter/karakterisasi merujuk pada tokoh yang muncul dalam sebuah cerita film dan bentuk penggambaran watak tokoh tersebut yang ditampilkan dalam cerita. Yang kedua, Konflik adalah tantangan yang harus dipecahkan oleh karakter utama untuk mencapai tujuan mereka, lalu Setting merupakan ruang dan waktu kejadian naratif, dan yang terakhir adalah Ikonografi yang merupakan kode visual khas sebuah genre yang digunakan penonton untuk membantu mengidentifikasikan sebuah genre.
Empat elemen ini mensimplifikasi proses analisa konvensi genre yang dilakukan penulis. Dengan membandingkan film parodi dan film yang diparodikan menggunakan tiap elemen, penulis berharap bahwa itu akan merangkum konvensi genre tersebut dengan cara yang efisien dan memadai.
Film Young Frankesteinmenceritakan Dr. Frederick Frankenstein (Gene Wilder), anak dari pencipta monster Frankenstein, Dr. Victor Frankenstein yang kini tinggal di Amerika Serikat. Saat dirinya mendapatkan warisan sebuah kastil di Transylvania, dirinya kembali ke kampung halamannya tempat dimana kakeknya dulu menciptakan monster Frankenstein. Di dalam kastil ini dirinya bertemu Igor, asisten laboratorium kakeknya. Frederick yang pada awalnya meragukan penemuan kakeknya dan hanya menganggapnya sebagai mitos gila, menemukan buku catatan lama kakeknya yang menjelaskan prosedur menghidupkan kembali mayat. Dirinya yang awalnya skeptis kini berubah pikiran dan mencoba menjalankan prosedur ilmiah tersebut. Menyebabkan warga setempat histeris dan berusaha menghentikannya.
Secara kontekstual, film ini merupakan “lanjutan” unauthorized dari film Frankenstein (1931, dir. James Whale) dan novel dengan judul yang sama karya Mary Shelley. Namun secara cakupan yang lebih luas, film ini juga kerap memparodikan konvensi-konvensi yang muncul dalam film-film genre horor atau khususnya monster yang diproduksi Universal di era 30–40 an.
Film kedua dari filmografi Mel Brooks yang menjadi bahas analisis adalah Spaceballs (1987). Dibuat dalam masa kejayaan Brooks, film ini adalah kulminasi dari gaya parodi Brooks yang over-the-top dan menggelikan. Sama seperti Young Frankenstein, film ini juga merupakan parodi konvensi sebuah genre, namun kali ini adalah parodi konvensi genre film fiksi ilmiah.
Film ini menceritakan tentang President Skroob yang diperankan oleh Mel Brooks sendiri, yang bersama anak buahnya, Dark Helmet (Rick Moranis), menculik seorang putri bernama Princess Vespa (Daphne Zuniga). Namun, upaya mereka dihambat oleh seorang pahlawan bernama Lone Starr (Bill Pullman) dan sidekick nya yang bernama Barf (John Candy). Berbeda dengan Young Frankenstein, film ini lebih berani dalam memparodikan, dan cara parodi yang dilakukan juga jauh lebih over-the top.
Karakter
Karena bersifat lanjutan dari cerita klasik yang ditulis Mary Shelley, banyak karakter dalam film Young Frankenstein yang datang dari novel/film yang didahului. Namun, protagonis film, Dr. Frederick Frankenstein merupakan tokoh baru dari khayalan Brooks, namun tokoh tersebut digambarkan sebagai cucu dari Dr. Victor Frankenstein yang muncul sebagai protagonis di film/novel Frankenstein.
Konvensi karakter yang sangat identik dengan film genre monster adalah protagonis yang dijuluki mad scientist. Kerap sekali muncul dalam film horor/monster di era 30-an, mad scientist merujuk pada tipe karakter ilmuwan yang digambarkan sebagai “gila” atau “delusional” dengan ciri kepribadian yang luar biasa ambisius dalam melakukan eksperimen yang tabu dan holistik.
Tokoh mad scientist dalam film monster diantaranya adalah; Dr. Janos Rukh (Boris Karloff) dalam film The Invisible Ray (1936), Jack Griffin dalam film The Invisible Man (1933), Dr. Paul Carruthers dalam film The Devil Bat (1940), atau yang modern seperti Dr. Emmett Brown dalam film Back to the Future (1985) dan Gru dalam film Despicable Me (2010)
Konvensi ini diparodikan Brooks dalam dua cara; yang pertama, Dr. Victor Frankenstein, seorang mad scientist legendari dari buku Frankenstein karya Mary Shelley digambarkan Brooks dalam film Young Frankenstein sebagai seorang “dukun” yang hanya dikenal atas kegilaannya. Perbuatannya di masa lalu (menghidupkan kembali mayat) dianggap oleh keluarga besarnya sebagai “aib” dan hal yang memalukan. Sehingga cucunya, Frederick (Gene Wilder) mencoba menjauhkan dirinya dari nama keluarganya tersebut. Namun di atas segala rasa malu yang dirasakan Frederick, entah karena apa dirinya tetap berprofesi sebagai dokter/ilmuwan.
Dalam cara pertama tersebut, Brooks melontarkan sebuah pertanyaan “apa yang terjadi bila seorang mad scientist hidup di dunia modern?” Yang timbul di tengah masyarakat modern (dalam hal ini Amerika Serikat) bukan sebatas kerusuhan, penjarahan dan histeria seperti yang di alami Victor Frankenstein di abad ke-18 , namun yang lebih kerap muncul adalah gosip dan ghibah terhadap cucu dari pelaku.
Cara kedua Brooks menemukan aspek komikal dari konvensi mad scientist adalah membuat sang protagonis, Frederick, berprofesi sebagai seorang ilmuwan yang biologis dan sejalan dengan ilmu pengetahuan. Sehingga, cara pandang Frederick terhadap eksperimen yang dilakukan kakeknya sangatlah pesimistik dan meremehkan. Namun, setelah Frederick menemukan buku catatan lama kakeknya, hal ini membuat karakternya kemudian perlahan berubah menjadi konvensi karakter mad scientist yang ikonis itu.
Igor atau Ygor merupakan asisten laboratorium dari Dr. Victor Frankenstein. Meskipun dinamai “Fritz” dalam film James Whale di tahun 1931, karakter tersebut merupakan adaptasi dari Ygor dalam novel. Sebagai adaptasi visual pertama dan terpopuler, Fritz dalam film Frankenstein (1931) merupakan subjek parodi karakter Igor dalam film Young Frankenstein. Namun, konvensi karakter Igor tidak hanya terbatas dalam narasi Frankenstein melainkan konteks film monster secara luas yang merujuk pada asisten laboratorium seorang mad scientist.
Igor merupakan subjek paling komedis dalam film Brooks, dirinya sangat karikatural dan kadang bersifat meta dan mengakui kehadiran penonton dan melakukan direct address. Fritz/Ygor dalam novel digambarkan sebagai karakter yang sangat patuh, susah bicara, bungkuk, dungu, dan diperlakukan seperti budak. Dalam film Young Frankenstein, Igor digambarkan sebagai seseorang yang baru saja mengalami kebebasan untuk pertama kalinya, dimana dirinya seakan-akan diuntungkan oleh kematian Victor Frankenstein. Bahkan dapat berdiri tegak dan berbicara secara normal setelah mengetahui Frederick Frankenstein tidak mengharuskannya seperti dahulu.
Karakter monster Frankenstein juga menjadi subjek parodi yang besar. Parodi signifikan yang dilakukan Brooks adalah bagaimana monster Frankenstein dalam film dan novel Frankenstein digambarkan sebagai seorang monster yang bahaya, agresif, namun tidak jahat. Monster Frankenstein jauh digambarkan lebih kompleks di dalam film dan novel, dimana dirinya lebih merupakan produk dari kejahatan ketimbang makhluk yang jahat. Brooks memparodikan narasi yang ada dalam novel/film dengan menggambarkan monster Frankenstein dalam film Young Frankenstein sebagai karakter komikal yang pendiam, konyol, dan canggung.
Karakter dalam film Spaceballs (1987) merupakan parodi langsung dari film Star Wars (1977) bahkan dari segi nama, peran, dan kostum karakter, merupakan upaya Brooks untuk menyindir secara langsung karakter karakter ikonis tersebut.
Meskipun tidak mirip secara kostum dan make-up, President Skroob merupakan parodi langsung dari Emperor Palpatine. Hal ini lebih jelas dari peran dan posisi President Skroob dalam naratif, dimana dirinya merupakan pemimpin teratas dari kelompok antagonis. Berada di bawah President Skroob, tidak sulit untuk mengidentifikasikan Dark Helmet sebagai sindiran langsung dari Darth Vader dalam film Star Wars (1974). Secara karakterisasi, Brooks memutar balikkan peran antagonis yang sering ditemukan dalam film fiksi ilmiah yang seringnya menyeramkan.
Dalam Spaceballs, peran antagonis ini dijadikan bahan ledekan utama, karakter antagonis diputarbalikkan menjadi karakter yang neurotik, canggung, bawel, dan cemen. Ditambah karakter ini dimainkan oleh Rick Moranis, aktor yang sering berperan sebagai karakter pecundang dan lemah seperti dalam Little Shop of Horrors (1986) dan Ghostbusters (1984) .
Princess Vespa merupakan parodi dari karakter Princess Leia dalam film Star Wars (1977). Namun, konvensi tokoh perempuan cantik yang merupakan seorang putri kerajaan dalam film genre fiksi ilmiah adalah konvensi yang terus menerus digunakan. Princess Irulan dalam film Dune (1984) dan Dale Arden dalam film Flash Gordon (1980) merupakan contoh lain dari kiasan ini.
Tokoh Lone Starr (Bill Pullman) merupakan parodi dari tokoh Luke Skywalker dan Han Solo dari film Star Wars, namun juga dari konvensi protagonis laki-laki film fiksi ilmiah ikonis lainnya seperti Flash Gordon dan Paul Atreides, atau bahkan Cornelius dari film Planet of the Apes (1968). Tokoh Barf, sidekick dari Lone Starr yang diperankan John Candy juga merupakan parodi dari tokoh Chewbacca, namun kali ini dirinya diparodikan sebagai manusia separuh anjing yang bisa berbicara.
Konflik
Konflik yang terjadi dalam film Young Frankenstein (1974) hampir secara linear menyerupai konflik yang terjadi dalam film Frankenstein (1931). “Menyerupai” adalah kata kunci dalam membandingkan kedua film ini, dikarenakan secara struktur cerita memiliki kemiripan, perbedaan utama yang ditemukan adalah aspek parodi dari konflik itu sendiri. Brooks menemukan kelucuan dengan memutar balikkan konvensi dalam film Frankenstein demi efek kekonyolan.
Contoh utama perubahan konflik adalah parodi dari hubungan antara Dr. Frankenstein dan monsternya. Dalam film Young Frankenstein, Frederick mencoba untuk mengajar, menenangkan, dan menghibur monsternya, berbeda dengan kekejaman dan siksaan yang dialami monster Frankenstein di film karya Whale.
Proses penciptaan monster juga memakan waktu lebih lama dalam Young Frankenstein (1974) memberi ruang untuk Frederick merasa gagal dan menambah perasaan pesismistiknya. Selain itu, cara monster Frankenstein kabur dari kastil juga diparodikan, bagaimana dalam film James Whale, monster Frankenstein kabur setelah tidak sengaja membunuh seorang asisten. Di lain film, sesuai tema serta karakterisasi monster Frankenstein yang lemah dan lembut di film Young Frankenstein, dirinya kabur setelah terkejut melihat percikan listrik.
Adegan dimana monster Frankenstein tidak sengaja membunuh seorang gadis kecil yang tersesat ikut disindir dalam film Young Frankenstein. Parodi ini disinggung jelas dalam adegan Young Frankenstein, dimana saat monster Frankenstein mendatangi sang gadis, dan terdapat kesempatan untuk mendorong, monster Frankenstein justru menyengir ke kamera dan senyum. Adegan berikutnya adalah monster Frankenstein dan gadis justru bermain di taman bermain bersama, dan saat mereka bermain jungkat-jungkit, sang gadis terlempar jauh ke belakang dan mendarat ke kasurnya dengan selamat.
Sejalan dengan nuansa parodi Brooks, yang kerap memutar balikkan narasi subjek yang diparodikan, Film Young Frankenstein berakhir bahagia dan monster Frankenstein beserta Frederick Frankenstein hidup dalam harmoni. Ini bertentangan dengan film Frankenstein karya James Whale dimana monster Frankenstein itu terbunuh dan kehidupan Victor Frankenstein kembali normal.
Konflik yang terdapat dalam film Spaceballs merupakan parodi langsung dari film Star Wars (1977). Konflik tersebut secara sederhana adalah konflik antara kejahatan dan kebaikan, dua oposisi bertentangan yang saling bertarung. Spaceballs mengambil premis ini secara gamblang, namun mengimplementasikan unsur parodi yang sangat kuat dengan sifat yang self-aware dengan seringnya mengolok-olok diri sendiri.
Cara protagonis menuntaskan tujuan mereka juga dalam cara yang sama yaitu meledakan markas antagonis. Namun dalam Spaceballs markas Death Star diparodikan sebagai sebuah manekin raksasa yang dinamakan Spaceball I.
Setting
Dari empat elemen genre dalam horor atau monster, dapat diargumentasikan bahwa setting adalah satu-satunya yang Brooks tidak mencoba untuk memparodikan. Dengan Young Frankenstein (1973), Mel Brooks memilih untuk menyerupai sebisa mungkin setting yang terdapat dalam film Frankenstein karya James Whale. Hal ini terlihat dari bagaimana kedua film menggunakan sebuah kastil di Transylvania sebagai lokasi utamanya. Di luar itu, pedesaan sekitar kastil tersebut juga secara besar menyerupai film Frankenstein.
Elemen ini dibiarkan akurat tanpa parodi atau ejekan merupakan hal yang sepenuhnya disengajakan. Hal ini fundamental dalam film parodi khususnya parodi genre karena agar sebuah parodi dapat berfungsi, penonton perlu dengan mudah mengidentifikasikan subjek yang diparodikan. Bila segala aspek di distorsi dan diputar balikan, penonton akan sulit mengidentifikasi subjek yang diparodikan. Tendensi ini kerap muncul dalam film parodi atau satir, khususnya dalam film parodi Mel Brooks.
Ruang dan waktu film Spaceballs merupakan parodi langsung dari tagline Star Wars yaitu a long time ago in a galaxy far far away, namun dalam Spaceballs, tagline ini diplesetkan menjadi in a galaxy very,very,very, far away. Plesetan seperti tagline tersebut dapat merangkumkan gaya komedis Mel Brooks dalam film Spaceballs, yang sering menggunakan permainan kata-kata.
Sama seperti film genre fiksi ilmiah pada umumnya, Spaceballs dipenuhi setting planet, pesawat luar angkasa, dan markas luar angkasa. Hal ini dijadikan pondasi Brooks dalam mendirikan nuansa fiksi ilmiah. Agar kesepakatan genre yang dimiliki penonton dapat dituntaskan, dan parodi yang disajikan dipahami referensinya.
Dalam fiksi ilmiah, terdapat konvensi setting planet yang terus terlihat yaitu planet pasir/gurun. Planet Bumi dalam film Planet of the Apes, Planet Mongo dalam film Flash Gordon (1980), Planet Altair IV dalam film Forbidden Planet (1956) Planet Tatooine dalam film Star Wars, dan planet Arrakis dalam film Dune (1984) semua merupakan setting planet gurun dalam film genre fiksi ilmiah.
Ikonografi
Ikonografi paling dapat diidentifikasi dalam film Frankenstein (1931) tentunya adalah desain dari make-up dan kostum monster Frankenstein. Hal ini menjadi bahan parodi Mel Brooks. Meskipun monster yang diciptakan Frederick dan Victor Frankenstein adalah dua monster yang berbeda, namun keduanya terlihat mirip atau bahkan seakan-akan kakak-adik.
Namun, meskipun dapat dijadikan bahan parodi, Brooks tidak secara gamblang memparodikan segala ikonografi dari film Frankenstein atau horor pada umumnya, mengingat bahwa untuk film parodi dapat berhasil, penonton perlu dapat mengidentifikasi ikonografi yang didistorsi.
Film Spaceballs dipenuhi dengan referensi dan parodi ikonografi film genre fiksi ilmiah. Mulai dari desain karakter, kostum, properti, hingga make-up merupakan elemen utama parodi film Spaceballs. Lelucon atau sindiran seringkali disampaikan melalui ikonografi yang dipelesetkan, namun mengingat bahwa agar sebuah film dapat berhasil menjadi sebuah parodi, ikonografi yang dipelesetkan harus tetap terasa familiar dan masuk dalam kesepakatan genre tersebut. Berikut adalah rangkuman dari beberapa seleksi parodi ikonografi film genre fiksi ilmiah dalam film Spaceballs.
Dalam Spaceballs, muncul tokoh parodi karakter Yoda dari trilogi Star Wars yang bernama Yogurt. Tokoh ini diperankan langsung oleh Brooks dan mencerminkan Yoda, bersifat sebagai penasehat tokoh protagonis namun dengan cara yang komedis, yaitu karakter Yogurt mengakui dirinya adalah Mel Brooks dan berada dalam sebuah film.
Suku Dinks dalam Spaceballs merupakan parodi langsung dari suku Jawas di film Star Wars. Namun, dalam versi Brooks, suku Dinks bersifat baik dan membantu sang protagonis mencapai tujuan. Mengejek karakter alien kecil di film fiksi ilmiah yang berbicara dengan bahasa yang tidak masuk akal, suku Dinks dalam film Spaceballs berbicara hanya dengan mengulang-ulang kata “dink.”.
Senjata pedang laser atau lightsaber dalam trilogi Star Wars diparodikan dengan senjata cincin laser yang dinamai Schwartz-ring. Agar lebih konyol, Schwartz-ring. bersifat lentur dan lucunya tidak mematikan.
Adegan chestburster dalam film Alien (1979, Ridley Scott) dimana sebuah embrio alien keluar dari perut Kane (John Hurt) diparodikan secara luar biasa. Dalam adegan ini, seorang alien keluar dari seorang pelanggan sebuah diner, dan saat berhasil keluar, sang alien mengeluarkan tongkat dan topi dan menari. Menambah aspek parodis lagi, pria yang memainkan pelanggan itu adalah John Hurt.
Adegan lain dalam Spaceballs yang secara spesifik memparodikan salah satu scene ikonis adalah scene pantai. Dimana saat puing markas Spaceball I jatuh ke sebuah planet, posisi jatuhnya memparodikan adegan akhir film Planet of the Apes (1968, Franklin J. Schaffner.) Bahkan, menambah efek parodi, terdapat juga makhluk monyet yang mendatangi pantai.
Alat teleportasi yang digunakan President Skroob memparodikan ikonografi genre fiksi ilmiah, khususnya alat transporter yang terdapat dalam franchise film Star Trek. Parodi terhadap ikonografi ini muncul pada saat President Skroob terteleportasi namun dengan bokong yang terbalik.
Adegan lain dalam Spaceballs yang memparodikan Star Trek adalah penggunaan Video Call dengan layar besar. Hal ini sangat identik dengan Star Trek, dan bahkan secara type of shot, menyerupai gaya yang digunakan Star Trek.
Untuk menggambarkan perjalanan luar angkasa dengan jarak panjang di waktu singkat, film genre fiksi ilmiah kerap menggunakan efek cahaya yang bergerak dari tengah frame ke luar. Dalam Spaceballs, ikonografi genre fiksi ilmiah ini ditemukan dalam salah satu adegan. Secara warna dan animasi, efek yang dihasilkan sangat menyerupai adegan stargate film 2001: A Space Odyssey (1968, Stanley Kubrick)
Mel Brooks sepenuhnya menguasai cara memparodikan genre dengan efisien tanpa mengasingkan penonton. Namun, agar sebuah genre berhasil, setidaknya salah satu elemen genre dari apa yang diparodikan, harus berdiri sebagai pengenal atau petanda bagi penonton agar hal yang subjek yang disindir atau diparodikan ikut tersampaikan. Dalam film Young Frankenstein (1974), Brooks tidak hanya berhasil memparodikan sebuah film klasik yaitu Frankenstein (1931, James Whale), namun keseluruhan genre horror dan monster serta konvensinya yang sangat repetitif.
Dapat juga disimpulkan bahwa agar sebuah parodi genre dapat berhasil, genre tersebut sebagai bahan parodi sudah harus berada di fase klasik siklus genre, dikarenakan kesepakatan mengenai konvensi atau kiasan sebuah genre sudah harus terjadi dalam masyarakat. Selain itu, genre yang diparodikan juga perlu tertanam dalam budaya populer secara luas, agar bahan yang diparodikan sudah familiar dan umum dalam tontonan masyarakat pada masa itu.
Baik secara langsung maupun tidak, film yang memparodikan genre mengingatkan kita atas bagaimana genre dalam film merupakan konstruksi manusia yang tujuan utamanya hanya untuk mengklasifikasi. Mel Brooks dengan komedi self-aware nya menyadarkan penonton atas kebudayaan kepenontonan mereka sendiri, menciptakan meta-kritik yang sehat bagi ekosistem perfilman secara umum.