Duka: Ritual Potong Jari Suku Dani
Asal-usul dan makna mendalam di belakang sebuah tradisi ekstrem.
Kesedihan adalah emosi alami yang dirasakan dalam proses kehilangan dan duka. Ada banyak cara untuk mencurahkan kesedihan yang mendalam, namun bagi Suku Dani di pedalaman Papua, memotong salah satu jari mereka adalah bentuk terbaik dalam mengekspresikan rasa kehilangan orang yang dicintai. Sakit fisik bagi mereka adalah simbol hati dan jiwa yang juga tercabik-cabik oleh duka.
Menetap di Lembah Baliem di Pegunungan Jayawijaya, suku Dani dikenal sebagai salah satu suku paling terisolasi di dunia. Namun, meskipun letaknya terpencil, Suku Dani adalah salah satu suku terpadat di dataran tinggi Papua dengan populasi 25,000 orang. Suku Dani baru berkenalan dengan dunia luar pada tahun 1938. “Penemuan” mereka terjadi ketika, secara kebetulan, Richard Archbold, seorang ahli zoologi yang sedang melakukan ekspedisi di Papua, terbang dan melihat ladang mereka dari pesawat. Kata “penemuan” disini sedikit problematis dikarenakan Suku Dani telah tinggal di Lembah Baliem selama ribuan tahun.
Dalam adat Suku Dani, jemari diartikan sebagai simbol kebaikan dan kerukunan baik secara personal di dalam diri sendiri maupun secara keluarga. Bagi mereka, perbedaan bentuk dan panjang jemari manusia memiliki makna simbolis tertentu. Dimana bila keragaman bentuk antara jari ke jari yang lain bersatu sebagai “tangan”, jemari secara kolektif dapat meringankan beban kerja manusia.
Bagi mereka jemari bekerja sama agar sebuah tangan dapat berfungsi secara sempurna, dan kehilangan salah satu bagiannya dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan yang mendalam, dan seperti dalam sebuah komunitas yang terdiri dari berbagai ragam manusia, jika salah satu anggota terluka atau mati, hal itu akan mengurangi kekuatan komunitas secara keseluruhan.
Filosofi ini menjelaskan kesediaan penuh mereka untuk mengorbankan sebuah jari. Bagi mereka, sebuah kehilangan fisik adalah penghubung mereka ke semesta dan keluarga yang telah pergi, dan praktik tersebut adalah cara bagi mereka yang ditinggalkan untuk menunjukkan atau memanifestasikan perasaan itu secara fisik. Ritual ini disebut Iki Palek.
Meskipun tetap dilakukan oleh beberapa pria dalam suku, dengan alasan yang belum jelas, ritual Iki Palek lebih kerap dilakukan oleh anggota keluarga warga wanita. Setiap terjadi kematian anggota keluarga atau anak, seorang wanita akan memotong bagian atas jarinya dan kemudian membakarnya.
Ritual ini dilakukan dengan terlebih dahulu mengikatkan seutas tali di bagian atas jari selama sekitar 30 menit. Hal ini dilakukan untuk menghentikan sirkulasi darah ke ujung jari. Jari tersebut kemudian dipotong dengan menggunakan kapak batu oleh seorang anggota keluarga. Luka yang terbuka akan dibakar untuk mencegah cucuran darah lebih lanjut.
Potongan jari yang terpotong kemudian dikremasi menjadi abu untuk dikubur atau kerap juga disimpan di tempat khusus sang keluarga ditinggalkan. Suku Dani percaya bahwa luka hati seseorang yang berduka akan hanya sembuh bila luka pada jari yang terpotong telah sembuh dan hilang rasa sakitnya.
Dalam beberapa kasus, orang yang melakukan Iki Palek lebih memilih untuk memutuskan jari tanpa pemotongan oleh benda tajam. Mereka akan mengunyah buku jari mereka untuk melemahkan bagian jari, dan kemudian mengikat tali di sekelilingnya untuk memutuskan sirkulasi. Otot dan saraf jari akan perlahan mati karena kekurangan oksigen dan jari akan ditarik hingga putus.
Meskipun Iki Palek telah secara resmi dilarang oleh pemerintah, praktik ini masih dilakukan hingga sekarang oleh beberapa anggota Suku Dalin. Hingga hari ini, bila kita mengunjungi Lembah Baliem dan bertemu warga Suku Dalin, tidaklah asing untuk melihat wanita-wanita tua yang kehilangan beberapa bagian jari mereka.
Di kehidupan modern, konsep “memotong” atau “menyakiti” telah menjadi semacam epidemi. Penderita depresi terkadang memotong diri untuk mengubah rasa sakit mental mereka menjadi sesuatu yang fisik. Sakit fisik tidak hanya dapat berfungsi sebagai penanda visual sebuah penderitaan yang abstrak, tetapi hal fundamental lainnya adalah rasa sakit fisik akan sembuh pada waktunya.
Bagi sebagian orang, tindakan menyakiti diri sendiri merupakan satu-satunya cara untuk menjauhkan diri dari rasa sakit emosional, yang mungkin sulit diatasi. Suku Dani menggunakan konsep yang sama untuk memaknai ritual pemotongan jari. Rasa sakit fisik adalah bagian penting dalam mengungkapkan rasa sakit emosional.
Luka jari mereka yang pada akhirnya sembuh, menjadi pengingat simbolis bahwa rasa kehilangan dan duka yang secara mendalam mereka rasakan akan pada waktunya sembuh juga.